Bentuk Pemerintahan
Telah
disebutkan sebelumnya bahwa secara umum terdapat dua bentuk A pemerintahan
(eksekutif) yang umumnya dianut oleh sebagian besar negara, yaitu sistem
pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial
A.SISTEM
PARLEMENTER
Pada
sistem pemerintahan parlementer, kabinet yang ada diharapkan mampu mencerminkan
kekuatan-kekuatan sosial dan politik yang ada dalam parlemen. Dukungan parlemen
terhadap kabinet amat menentukan mati hidupnya kabinet. Oleh sebab itu sangat
diperlukan terciptanya keseimbangan hubungan antara badan eksekutif dan badan
legislatif. Sehingga, seorang perdana menteri akan berusaha, untuk memilih
menteri dari partai-partai yang mendukungnya di badan legislatif.
Dalam
sistem pemerintahan parlementer, posisi badan eksekutif terhadap badan
legislatif bervariasi. Pola yang paling dikenal adalah pola di mana nasib
kabinet seluruhnya bergantung kepada badan legislatif, pola ini ditemukan di
Belanda, Jerman Barat (sebelum unifikasi) dan Prancis dalam Republik Prancis IV
(1946-1948). Di Prancis dewasa ini (Republik Prancis V) kita temukan beberapa
ciri sistem presidensial, sehingga sering dianggap sebagai suatu sistem
campuran.
Pola
yang agak berbeda ditemukan di Inggris di mana kedua badan saling bergantung,
karena selain badan eksekutif dapat dijatuhkan oleh badan legislatif, badan
eksekutif pun mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan pemilihan umum pada
saat yang dikehendakinya dan dengan demikian membubarkan badan legislatif.
Contoh:
Republik Prancis dan Kerajaan Inggris
Di
Prancis, sejak tahun 1958 saat Republik Prancis V, sistem pemerintahan
parlementer yang diterapkan menghadirkan seorang presiden dan seorang
perdana menteri yang bertindak sebagai pimpinan badan eksekutif. Sistem
parlementer ini berbeda sekali dengan yang berlaku di Inggris.
Sebelum
tahun 1958 Prancis memang mempunyai sistem parlementer yang mumi. Akan tetapi,
dalam pelaksanaannya, Prancis sering mengalami pergantian kabinet akibat mosi
tidak percaya yang diajukan dan dimenangkan oleh pihak oposisi. Keadaan ini
mengakibatkan sering terjadi krisis kabinet dan hal ini mengganggu stabilitas
politik Prancis. Oleh sebab itu pada tahun 1958 mulai diberlakukan sebuah UUD
yang baru dengan tujuan agar pemerintah tidak sering berganti. Undang-Undang
Dasar ini mencerminkan pemikiran Jenderal De Gaulle dan
diterima rakyat Prancis dalam suatu referendum.
Dengan
diberlakukannya Undang-Undang Dasar yang baru, maka sistem pemerintahan memang
tidak lagi sepenuhnya merupakan sistem pemerintahan parlementer, melainkan
sedikit banyak mirip dengan sistem pemerintahan presidensial. Perdana Menteri
serta kabinetnya tetap tergantung pada dukungan dalam badan legislatif, sesuai
dengan sistem parlementer, akan tetapi kedudukan Presiden diperkuat dengan
memperpanjang masa jabatannya menjadi tujuh tahun. Presiden juga tidak dipilih
melalui lembaga legislatif, melainkan dipilih langsung oleh rakyat. Presiden
berhak mengambil tindakan apabila negara mengalami masa krisis dan dapat
membubarkan legislatif apabila situasi politik dianggap memerlukan tindakan
ini.
Selain
itu Undang-Undang yang diterima oleh badan legislatif tetapi tidak disetujui
oleh presiden dapat segera diajukan kepada rakyat untuk diputuskan melalui
suatu referendum atau dapat dimintakan pertimbangan dari Majelis
Konstitusional.
Pengaturan
yang ketat ini membuat Prancis dewasa ini memiliki pemerintahan yang lebih
stabil daripada masa lalu. Prancis sedikit banyak berhasil untuk menjaga
keseimbangan antara lembaga-lembaga politiknya dan tidak lagi mengalami masa
krisis seperti sebelum tahun 1958-an.
Sedangkan
di Inggris, badan eksekutif dipimpin oleh seorang perdana menteri, saat ini PM
Tony Blair dari Partai Buruh. Bentuk negara Inggris adalah kerajaan dan mempunyai
seorang Ratu yang kedudukannya sebagai kepala negara yang simbolik. Kekuasaan
pemerintahan berada di tangan perdana menteri selaku badan eksekutif.
Terdapat
dua partai utama di Inggris, yaitu Partai Konservatif dan Partai Buruh. Bila
salah satu partai politik ini memenangkan pemilihan umum maka partai yang kalah
akan bertindak sebagai pihak oposisi. Anggota partai politik yang menang
biasanya ketat disiplinnya dan mematuhi garis politik yang ditetapkan oleh
partainya. Dan karena hanya ada dua partai utama maka umumnya partai politik
yang menang pemilihan umum akan mempunyai kedudukan yang kuat dalam parlemen.
Sesuai
dengan sistem parlementer di negara-negara demokrasi lainnya, badan legislatif
menentukan mati hidupnya badan eksekutif. Artinya, jika badan eksekutif tidak
berhasil untuk menjalankan suatu mosi tidak percaya, maka kabinet harus
menyerahkan mandatnya. Akan tetapi, di Inggris badan eksekutif tidak seluruhnya
bergantung kepada badan legislatif karena perdana menteri dapat mengadakan
pemilihan umum setiap saat sebelum masa jabatan lima tahun seiesai. Dalam hai
ini perdana menteri meminta kepada Raja/ Ratu untuk membubarkan parlemen
sebagai langkah pertama dalam proses pemilihan umum. Hal ini merupakan senjata
ampuh di tangan badan eksekutif.
B.SISTEM
PRESIDENSIAL
Badan
eksekutif dalam sistem pemerintahan presidensial ini terlepas dari badan
legislatif dalam arti bahwa badan eksekutif merupakan suatu kekuatan sendiri
dan memiliki masa jabatan tertentu. Mati hidupnya tidak tergantung pada badan
legislatif dan karena itu kedudukan badan eksekutif sering kali lebih kuat dan
dominan dalam menghadapi badan legislatif daripada dalam sistem parlementer.
Badan eksekutif dipimpin oleh seorang presiden, yang mempunyai kebebasan untuk
memilih para menterinya, bisa dari kalangan partainya sendiri, baik dari partai
lain, maupun orang tak berpartai. Pai a menteri hanya bertanggung jawab kepada
presiden.
Contoh:
Negara Amerika Serikat
Seperti
diuraikan di atas, Amerika Serikat menyelenggarakan sistem “pembagian kekuasaan”.
Badan eksekutif terlepas atau terpisah dari badan legislatif yang dikenal
dengan sebutan
dalam arti bahwa badan eksekutif tidak dapat
dijatuhkan oleh badan legislatif dan di pihak lain badan legislatif juga tidak
dapat dijatuhkan oleh badan eksekutif. Tetapi badan eksekutif dapat
mempengaruhi badan legislatif melalui Pidato Kenegaraan Presiden yang
disampaikan pada saat permulaan masa sidang.
Kebanyakan
Rancangan Undang-Undang (RUU) berasal dari badan eksekutif, namun demikian bila
dianggap perlu, badan legislatif dapat mengubahnya. Kekuasaan badan legislatif
terutama terlihat dari wewenangnya untuk memutuskan RUU yang menyangkut
anggaran belanja.
Di
pihak lain Presiden memiliki wewenang untuk memveto RUU yang telah diterima akan tetapi pada tahap akhir
dari proses pengesahan RUU, presiden tetap harus tunduk pada keputusan Artinya veto presiden batal
jika dikalahkan oleh 2/3 suara anggota kedua majelis. Hal ini berarti bahwa
pada tahap akhir presiden tunduk kepada keputusan badan legislatif.
Presiden
dapat memilih menteri-menterinya tanpa memikirkan konstelasi kekuatan politik
di badan legislatif. Menteri bisa berasal baik dari partai politik yang sama,
dari partai politik lainnya, maupun orang non-partai. Namun, untuk beberapa
jabatan penting seperti menteri, hakim agung, atau duta besar, presiden harus
mendapat persetujuan dari senat. Apabila eksekutif Amerika Serikat hendak
mengadakan perjanjian internasional, harus pula diperoleh persetujuan dari
senat; dan bila senat tidak menyetujui perjanjian tersebut maka perjanjian
internasional itu akan batal. Ini semua dilakukan mengingat Amerika Serikat
melakukan praktik secara ketat guna menjaga
keseimbangan hubungan antara eksekutif dengan badan- badan lainnya.
A.SISTEM
SEMI PRESIDENSIAL
Menurut
Maurice Duverger dalam buku
suatu negara dianggap menerapkan sistem semi presidensial jika dalam konstitusi
diatur tiga hal berikut:
1. Presiden dipilih melalui hak
pilih universal/ umum.
2. Presiden memiliki kekuasaan
yang cukup besar, serta
3. Presiden memiliki lawan
politik, namun seorang perdana menteri yang
memegang
kekuasaan eksekutif dan pemerintahan dapat tetap memegang
jabatan
seandainya parlemen tidak menunjukkan oposisi kepada mereka.
Dipilihnya
bentuk atau sistem pemerintahan semi presidensial oleh negara-negara yang
menerapkannya ditujukan untuk menutupi kelemahan- kelemahan yang dimiliki baik
oleh sistem presidensial maupun parlementer. Dalam sistem presidensial
misalnya, bahwa pemerintahan akan berjalan lancar manakala terdapat dukungan
mayoritas di parlemen. Jika parlemen tidak memberikan dukungan mayoritas maka
pemerintahan presidensial dikhawatirkan akan tidak stabil. Arend Lipjhart dalam
buku sisitem pemerintahan parlementer dan presidensial melihat bahwa sistem semi
presidensial juga menggabungkan kelebihan dari pemilihan langsung yang
demokratis dan masa jabatan tetap yang dihubungkan dengan pemerintahan presidensial
dan fleksibilitas kabinet parlementer serta perdana menteri. Dalam sistem ini
presiden, perdana menteri dan kabinet bersama-sama memberikan kesempatan yang
lebih baik dari sistem presidensial murni untuk membentuk koalisi.
Menurut
Duverger, terdapat tiga macam praktik negara-negara yang menerapkan sistem semi
presidensial.
tiga negara dengan presiden sebagai boneka. Model ini diterapkan oleh
negara-negara Austria, Irlandia, dan Islandia. Sebagaimana dijelaskan oleh Lili
Romli dalam buku ketiga negara model pertama ini dalam
konstitusinya menyebutkan menganut sistem semi presidensial, namun praktik
politiknya adalah parlementer. Meskipun dipilih secara umum dan diberi kekuasaan
pribadi oleh konstitusi, namun ia biasanya bertindak seperti Presiden Italia
atau Ratu Inggris. Ia mengesahkan semua keputusan yang diajukan oleh
pemerintah, dan hak prerogratifnya hanya memilih PM selama pilihannya tidak
ditentukan oleh hasil pemilu. Dalam prakteknya, kekuasaan presiden di ketiga
negara tersebut berbeda-beda.
Model
adalah Prancis di mana kedudukan presiden sangat kuat. Presiden Republik
Prancis dapat membuat berbagai keputusan tanpa harus ditandatangani Perdana
Menteri atau tanpa persetujuan pemerintah atau mayoritas parlemen. Dipilihnya
sistem semi-presidensial, di mana kekuasaan presiden, sangat besar di Prancis
memiliki latar belakang sejarah. Kegagalan sistem parlementer di masa Republik
Prancis IV karena sering terjadi jatuh bangunnya kabinet sebagai faktor utama
dibangunnya sistem semi presidensial ini. Konstitusi baru yang diprakarsai
Presiden de Gaulle pada tahun 1958 telah memperkuat badan eksekutifnya, baik
kedudukan presiden maupun kabinetnya. Presiden Prancis dengan masa jabatan 7
tahun, mulai dipilih secara langsung oleh rakyat pada tahun 1962. Presiden
memiliki kekuasaan bertindak di masa darurat, di mana presiden boleh mengambil
tindakan apa saja yang dianggap perlu untuk mengatasi krisis.
Jika
timbul pertentangan antara kabinet dan badan legislatif, presiden boleh
membubarkan badan legislatif. Undang-Undang yang telah diterima badan
legislatif, tetapi tidak disetujui oleh presiden dapat diajukan langsung kepada
rakyat supaya diputuskan dalam suatu referendum, atau dapat diminta
pertimbangan dari Majelis Konstitusional. Badan ini mempunyai wewenang untuk
menyatakan Undang-Undang tidak sesuai dengan Undang- Undang Dasar. Sistem
semipresidensial di Prancis ini menunjukkan cukup keseimbangan antara eksekutif
dan legislatif, dan malah dianggap lebih menjurus ke sistem presidensial.
Model
dari sistem semipresidensial adalah di mana kekuasaan presiden dan pemerintah
seimbang seperti di Republik Weimar, Finlandia dan Portugal. Menurut Lili
Romli, dalam konstitusi di ketiga negara ini terdapat dualisme di mana ada
seorang presiden yang dipilih melalui pemilu dan diberi kekuasaan pribadi
bersama dengan perdana menteri serta pemerintah yang bersandar pada parlemen
dan diberi kekuasaan eksekutif.
D.BADAN
EKSEKUTIF DI NEGARA EKS KOMUNIS
Di
negara-negara eks komunis, badan eksekutif memiliki bentuk dan peranan yang
berbeda dibandingkan badan eksekutif di negara-negara demokratis. Perbedaan
badan eksekutif di Negara eks komunis dengan badan eksekutif di Negara
demokratis adalah dewan perwakilan rakyat tidak dilihat sebagai badan
legislatif saja, tetapi sebagai badan di mana semua kekuasaan (eksekutif,
legislatif dan yudikatif) dipusatkan, oleh karena itu sistem ini disebut pula (pemerintahan majelis). Akan
tetapi perbedaan yang menonjol adalah peranan yang dominan dari Partai Komunis
yang menyelami semua aparatur kenegaraan. Negara-negara eks komunis dalam garis
besarnya mengikuti pola eks negara Uni Soviet.
Di
negara eks Uni Soviet fungsi eksekutif, dibagi antara dua badan, yaitu antara
pimpinan dewan perwakilan rakyat, yakni Presidium Soviet Tertinggi, dan
kabinet. Pembagian semacam ini menjadikan perbedaan antara badan eksekutif dan
legislatif, seperti yang dikenal di negara-negara demokratis, agak kabur.
Presidium,
yang terdiri dari kira-kira 30 orang anggota Soviet Tertinggi, bertindak
sebagai
dari Soviet Tertinggi dan menyelenggarakan tugas-tugasnya selama badan itu
tidak bersidang, seperti misalnya menunjuk dan menghentikan menteri. Dia dapat
membubarkan Soviet Tertinggi kalau ada perselisihan antara kedua majelis dan
mengadakan pemilihan umum baru (hal ini belum pernah terjadi).
Kedudukan
Presidium Soviet Tertinggi boleh dinamakan unik, sebab selain menyelenggarakan
kekuasaan tertentu, dia juga merupakan kepala negara kolektif sebagaimana ha! itu dijelaskan
oleh Vyshinsky. Dalam menjalankan fungsinya anggota-anggota presidium mempunyai
kedudukan yang sama, hanya dalam upacara formal dan protokoler seperti
menyematkan tanda jasa dan menerima tamu asing, ketua Presidium bertindak atas
nama seluruh Presidium. Dia juga yang biasanya disebut Presiden Uni Soviet.
Wewenang
Presidium mencakup bidang eksekutif seperti mengeluarkan dekrit-dekrit, yang
dalam sidang Soviet Tertinggi berikutnya disahkan. Di samping itu Presidium
mempunyai wewenang yudikatif untuk membatalkan keputusan-keputusan dan
aturan-aturan kabinet kalau dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang dan
memberi tafsiran yang mengikat mengenai Undang-Undang. Presidium secara formal
bertanggung jawab kepada Soviet Tertinggi, akan tetapi dalam praktik Presidium
membimbing Soviet Tertinggi. Hal ini dimungkinkan oleh karena anggota Presidium
merangkap menjadi pimpinan dalam Partai Komunis.
Anggota
kabinet berkisar antara 25 dan 50 orang. Secara formal para menteri diangkat
oleh Soviet Tertinggi dan bertanggung jawab kepadanya. Dalam praktik kabinet
lebih berkuasa, karena administrasi negara mencakup dan menguasai hampir semua
aspek kehidupan rakyat, terutama di bidang ekonomi. Kekuasaan kabinet meliputi
bidang legislatif, sebab, walaupun secara formal Soviet Tertinggi merupakan
badan legislatif yang tertinggi dan merupakan satu-satunya badan yang
menyelenggarakan kekuasaan legislatif, tetapi dalam praktik kabinet merupakan
legislator yang paling penting.
Dialah
yang menyusun rancangan Undang-Undang dan mengajukannya kepada Soviet
Tertinggi, di mana pembahasan dengan bantuan anggota majelis yang juga
merangkap anggota Partai Komunis dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak
terlalu menyimpang dari rancangan yang diajukan itu. Di samping itu kabinet
berwenang mengeluarkan aturan-aturan dan keputusan-keputusan yang bersifat mengikat di
seluruh wilayah Uni Soviet. Secara formal Soviet Tertinggi mempunyai wewenang
untuk membatalkan aturan-aturan dan keputusan-keputusan ini, tetapi dalam
praktik dibatalkan oleh kabinet sendiri kalau dirasa perlu.
0 komentar:
Posting Komentar